Padang Info.com - MENTAWAI - Semenjak 10 tahun belakangan harga nilam di pasaran terus anjlok. Petani menjadi tidak bersemangat menanamnya. Akibatnya, puluhan hektar ladang nilam di Desa Matobe, Kecamatan Sikakap, terlantar.
Komoditas ini tak bisa diandalkan sebagai penopang ekonomi keluarga sebab harga jual dengan modal kerja mulai dari bertanam, panen dan proses penyulingan tidak seimbang.
Barti (35), petani dari Dusun Seppungan Desa Matobe mengatakan, sepuluh tahun lalu warga membudidayakan tanaman nilam ini sampai puluhan hektar. Petani bahkan mencari bibit ke daerah lain sebab harga saat itu mencapai Rp800 ribu hingga Rp1,5 juta per kilogram.
"Ekonomi petani cukup lumayan pada masa itu," kata Barti kepada Puailiggoubat, Minggu, 11 Maret.
Kemudian harga menurun drastis hingga Rp250 ribu per kilogram dan Rp600 ribu per kilogram. Terakhir pada Oktober 2017 hingga Februari 2018, harga nilam hanya Rp300 ribu per kilogram. Harga yang mengalami penurunan terus menerus membuat petani patah semangat.
"Selain saya sebagai petani nilam saya juga ada drum sulingan minyak nilam, pada November 2017 saya menyuling daun nilam yang sudah dicincang sekira 30 goni kemasan 50 kg dan hasil sulingan sekira 12 kilogram, sampai sekarang belum dijual karena harga tidak cocok, saya masih menunggu harganya naik dulu hinggaRp 500 ribu-600 ribu," ujarnya seperti dikutip mentawaikita.com.
Untuk menyuling satu drum daun nilam yang sudah dicincang memakan waktu 6-8 jam dengan kayu bakar sekira seperempat kubik. Hasil dari sekali suling berkisar antara 9 ons -13 ons tergantung cara menyulingnya. Lamanya waktu penyulingan menyebabkan tenaga sampai semalaman dan seharian menjaga perapian saat menyuling.
Darmanwis (49), salah satu penampung minyak nilam di pasar Sikakap menyebutkan, patokan harga pembelian nilam dari petani disesuaikan dengan harga pasar.
"Harga sejak Oktober 2017 hingga awal Maret harga Rp 300 ribu per kilogramnya, tetapi pertengahan Maret sudah ada kenaikan Rp350 ribu dan mampu beli Rp370 ribu per kilogramnya, untuk informasi naik lagi belum bisa di pastikan karena sesuai harga dari agen," katanya.(*)
Komoditas ini tak bisa diandalkan sebagai penopang ekonomi keluarga sebab harga jual dengan modal kerja mulai dari bertanam, panen dan proses penyulingan tidak seimbang.
Barti (35), petani dari Dusun Seppungan Desa Matobe mengatakan, sepuluh tahun lalu warga membudidayakan tanaman nilam ini sampai puluhan hektar. Petani bahkan mencari bibit ke daerah lain sebab harga saat itu mencapai Rp800 ribu hingga Rp1,5 juta per kilogram.
"Ekonomi petani cukup lumayan pada masa itu," kata Barti kepada Puailiggoubat, Minggu, 11 Maret.
Kemudian harga menurun drastis hingga Rp250 ribu per kilogram dan Rp600 ribu per kilogram. Terakhir pada Oktober 2017 hingga Februari 2018, harga nilam hanya Rp300 ribu per kilogram. Harga yang mengalami penurunan terus menerus membuat petani patah semangat.
"Selain saya sebagai petani nilam saya juga ada drum sulingan minyak nilam, pada November 2017 saya menyuling daun nilam yang sudah dicincang sekira 30 goni kemasan 50 kg dan hasil sulingan sekira 12 kilogram, sampai sekarang belum dijual karena harga tidak cocok, saya masih menunggu harganya naik dulu hinggaRp 500 ribu-600 ribu," ujarnya seperti dikutip mentawaikita.com.
Untuk menyuling satu drum daun nilam yang sudah dicincang memakan waktu 6-8 jam dengan kayu bakar sekira seperempat kubik. Hasil dari sekali suling berkisar antara 9 ons -13 ons tergantung cara menyulingnya. Lamanya waktu penyulingan menyebabkan tenaga sampai semalaman dan seharian menjaga perapian saat menyuling.
Darmanwis (49), salah satu penampung minyak nilam di pasar Sikakap menyebutkan, patokan harga pembelian nilam dari petani disesuaikan dengan harga pasar.
"Harga sejak Oktober 2017 hingga awal Maret harga Rp 300 ribu per kilogramnya, tetapi pertengahan Maret sudah ada kenaikan Rp350 ribu dan mampu beli Rp370 ribu per kilogramnya, untuk informasi naik lagi belum bisa di pastikan karena sesuai harga dari agen," katanya.(*)