Padang Info.com - JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan mewajibkan pengusaha membayar uang lembur karyawan yang tetap bekerja pada hari pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah serentak 2018.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 85 ayat 3 UUK Nomor 13 Tahun 2013. Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan Sahat Sinurat mengatakan, pegawai bisa melapor ke Dinas Ketenagakerjaan jika tidak menerima menerima haknya tersebut.
"Pegawai dapat membuat pengaduan untuk mendapatkan penyelesaian melalui Disnaker di mana pekerja bekerja," ujar Sahat, Rabu (27/6/2018).
Kementerian Ketenagakerjaan tidak menyediakan hotline untuk pengafuan tersebut. Penyelesaian bisa dilakukan di daerah masing-masing dengan melampirkan beberapa syarat. Pertama, kata Sahat, pengadu membuat pengaduan tertulis beserta kronologi kejadian.
"Uraikan atau jelaskan antara lain perusahaan tempat kerja dan keluhannya," kata Sahat seperti dikutip kompas.com
.
Kemudian, pengadu juga harus memiliki bukti saat melapor. Salah satunya membawa bukti adanya surat perintah lembur.
Bagi pengusaha yang tak memberi uang lembur ke pegawaimya, ada sanksi yang mengancam. Sanksi diatur dalam Pasal 187 UUK nomor 13 Tahun 2013.
Dalam pasal tersebut disebutkan bagi yang melanggar ketentuan, maka dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat satu bulan dan maksimal 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan maksimal Rp 100 juta.
Baca Juga: Menaker: Tetap Bekerja Saat Pilkada Harus Dapat Upah Lembur
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah menandatangani keputusan presiden yang mengatur pada Rabu, 27 Juni 2018, sebagai hari libur nasional. Libur nasional ini diterapkan karena adanya pemungutan suara Pilkada Serentak 2018.
Ada 171 daerah yang akan berpartisipasi. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan pilkada.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut, kebijakan libur nasional dilakukan dengan pertimbangan pekerja-pekerja yang memiliki hak pilih namun bekerja di luar daerah pemilihan.
Selain itu, alasan lainnya agar karyawan tak bolos kerja dengan alasan harus nyoblos saat Pilkada.(pic)
Hal tersebut diatur dalam Pasal 85 ayat 3 UUK Nomor 13 Tahun 2013. Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan Sahat Sinurat mengatakan, pegawai bisa melapor ke Dinas Ketenagakerjaan jika tidak menerima menerima haknya tersebut.
"Pegawai dapat membuat pengaduan untuk mendapatkan penyelesaian melalui Disnaker di mana pekerja bekerja," ujar Sahat, Rabu (27/6/2018).
Kementerian Ketenagakerjaan tidak menyediakan hotline untuk pengafuan tersebut. Penyelesaian bisa dilakukan di daerah masing-masing dengan melampirkan beberapa syarat. Pertama, kata Sahat, pengadu membuat pengaduan tertulis beserta kronologi kejadian.
"Uraikan atau jelaskan antara lain perusahaan tempat kerja dan keluhannya," kata Sahat seperti dikutip kompas.com
.
Kemudian, pengadu juga harus memiliki bukti saat melapor. Salah satunya membawa bukti adanya surat perintah lembur.
Bagi pengusaha yang tak memberi uang lembur ke pegawaimya, ada sanksi yang mengancam. Sanksi diatur dalam Pasal 187 UUK nomor 13 Tahun 2013.
Dalam pasal tersebut disebutkan bagi yang melanggar ketentuan, maka dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat satu bulan dan maksimal 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan maksimal Rp 100 juta.
Baca Juga: Menaker: Tetap Bekerja Saat Pilkada Harus Dapat Upah Lembur
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah menandatangani keputusan presiden yang mengatur pada Rabu, 27 Juni 2018, sebagai hari libur nasional. Libur nasional ini diterapkan karena adanya pemungutan suara Pilkada Serentak 2018.
Ada 171 daerah yang akan berpartisipasi. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan pilkada.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut, kebijakan libur nasional dilakukan dengan pertimbangan pekerja-pekerja yang memiliki hak pilih namun bekerja di luar daerah pemilihan.
Selain itu, alasan lainnya agar karyawan tak bolos kerja dengan alasan harus nyoblos saat Pilkada.(pic)