YOGJAKARTA -PadangInfo.Com - Empat hari perjalanan, mengunjungi sejumlah Bumdes di Yogjakarta dan Jawa Tengah, membuka mata dan menghadirkan optimistis pengelola Bumnag, Tenaga Ahli, Pendamping Desa, serta dinas yang mengelola pembangunan desa di Sumbar. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Ikuti catatan perjalanan yang ditulis Wartawan Firdaus Abie
Desa Panggungharjo, selepas magrib. Rombongan sampai di sebuah kawasan. Taman yang luas. Hutan yang lebat. Ada empat bangunan utama. Bangunan pertama yang terlihat setelah turun mobil, musala. Masuk ke dalam, da tiga ruangan lain. Mirip bangunan tua. Salah satu tidak berdinding, tapi ada atapnya.
“Silakan, langsung saja,” kata seorang lelaki muda menyambut rombongan, lalu menuntun kami ke meja yang penuh berisi hidangan.
Sistemnya, prasmanan. Ambil sendiri. Sesukanya. “Selesai diambil, jangan lupa dicatatkan ke mbak di sana ya,” pintanya sembari menunjuk dengan ujung jempol, di sudut depan meja prasmanan. Semua mengiyakan.
Selesai makan, saat diskusi perihal Bumdes yang dikelolanya, saya baru menyadari ujung kalimat Eko Pambudi, Direktur Bumdes Panggung Lestari, Desa Panggungharjo, Kec Sewon, Kabupaten Bantul – Yogjakarta, ketika menyambut rombongan dan mempersilakan makan tersebut.
Bumdes Panggung Lestari didirikan Maret 2013. Diawal kehadirannya, Bumdes ini mengelola sampah. Masyarakat yang selama ini bebas membuang sampah begitu saja, kini justru bisa menghasilkan uang dari sampah tersebut. Lingkungan pun menjadi bersih, dan melibatkan secara langsung 20 orang tenaga kerja.
Ruangan yang ditempati ketika itu, adalah bangunan yang sengaja disediakan untuk tamu yang dijamu di Bumdes Panggung Lestari. Bedanya, makanan yang disuguhkan tersebut, harus dibayar oleh tamu sendiri. Tidak disediakan oleh tuan rumah.
“Kenapa tamu yang bayar, mas? Kok bukan jamuan tuan rumah?” tanya saya, disela-sela silaturrahmi tersebut.
Ia tersenyum. Lalu memandang sebentar ke arah Kepala Desa Wahyudi Anggoro Hadi,
S. Farm, Apt, yang baru saja ditetapkan sebagai Kepala Desa Terbaik Indonesia. Disaat bersamaan, kemudian mereka memandang ke Staf Khusus Kebijakan Strategis Kemendes PDTT H. Febby Datuk Bangso.
“Kalau semua tamu yang datang ke sini, kami yang membiayai, mana sanggup kami?” kata Eko Pambudi.
Benar juga dia. Lalu Eko buka kartu. Ia sudah mengikrarkan, tidak akan ikut mengintai jabatan Kepala Desa. Ia dan pengelola Bumdes Panggung Lestari sudah bersepakat untuk bekerja fokus di Bumdes. Fokus bekerja di Bumdes. Tak akan berpaling ke tempat lain.
Salah satu unit usaha Bumdes Panggung Lestari, rumah makan dengan konsep taman. Arealnya sangat luas. Dikelilingi taman yang hijau. Bahan yang digunakan untuk rumah makan tersebut berasal dari masyarakat. Bumdes Panggung Lestari memberikan standar beras, sayur, ikan dan apa pun hasil panen masyarakat. Hasil panen tersebut dibeli dengan harga pantas, sedikit di atas harga pasar.
“Kalau ada yang bekerja sebagai karyawan di unit usaha, kami akan terima sesuai kebutuhan. Tak ada batasan usia. Tak butuh ijazah apa pun. Pokoknya bisa bekerja dan komit dengan aturan,” kata Eko sembari menyebutkan, untuk unit usaha rumah makannya ini saja sudah memberikan keuntungan di atas Rp 100 juta perbulan. Artinya, belum tuntas 2018, usaha ini sudah menembus keuntungan di atas satu miliar. Angka tersebut melampaui pencapaian tahun lalu.
Yani Setiadi, Sekdes Ponggok, mengakui, Bumdes Tirta Mandiri yang ada di desanya memberlakukan makan, minum dan snack dibiayai sendiri oleh tamu. Kalau tamunya satu dua orang, tak ada masalah, tetapi tamu yang datang setiap hari mencapai puluhan hingga ratusan orang.
“Makan, minum dan snack yang disediakan sesuai dengan pesanan tamu tersebut,” kata Yani Setiadi, sembari menyebutkan, semuanya dikelola unit usaha catering. Ia menyebutkan, dari unit usaha ini saja, selain bisa mempekerjakan banyak warga desanya, juga telah menghasilkan keuntungan sampai triwulan III miliaran rupiah.
Ketua Forum Bumdes Indonesia H. Febby Datuk Bangso menilai, yang dilakukan kedua Bumdes tersebut, juga oleh Bumdes lain, merupakan hal biasa. Bumdes tersebut mengemas dengan format wisata.
“Langkah mereka adalah cara cerdas dalam menyikapi kehadiran tamu untuk menimba ilmu di Bumdes mereka, sehingga dikembangkan dengan konsep wisatanya,” kata pria yang akrab disapa Datuk Febby ini.
Menurutnya, langkah cerdas tersebut tidak akan bisa dilakukan jika tidak ada dukungan penuh dari kepala desa dan perangkatnya, pengelola Bumdes mau pun masyarakat. Kalau pun pengelola Bumdes menjalankan unit usaha tersebut, sementara lingkungannya tidak merespon, diyakini pengelola Bumdes akan menemukan jalan buntu.
Ia memberikan apresiasi penuh terhadap langkah tersebut. Ia juga mengimbau agar perangkat desa menjadikan langkah Bumdes tersebut sebagai inspirasi. Ia juga berharap agar walinagari, perangkat nagari, Banmus dan masyarakat bergandengan tangan dengan untuk mewujudkan impian seru (**)
Desa Panggungharjo, selepas magrib. Rombongan sampai di sebuah kawasan. Taman yang luas. Hutan yang lebat. Ada empat bangunan utama. Bangunan pertama yang terlihat setelah turun mobil, musala. Masuk ke dalam, da tiga ruangan lain. Mirip bangunan tua. Salah satu tidak berdinding, tapi ada atapnya.
“Silakan, langsung saja,” kata seorang lelaki muda menyambut rombongan, lalu menuntun kami ke meja yang penuh berisi hidangan.
Sistemnya, prasmanan. Ambil sendiri. Sesukanya. “Selesai diambil, jangan lupa dicatatkan ke mbak di sana ya,” pintanya sembari menunjuk dengan ujung jempol, di sudut depan meja prasmanan. Semua mengiyakan.
Selesai makan, saat diskusi perihal Bumdes yang dikelolanya, saya baru menyadari ujung kalimat Eko Pambudi, Direktur Bumdes Panggung Lestari, Desa Panggungharjo, Kec Sewon, Kabupaten Bantul – Yogjakarta, ketika menyambut rombongan dan mempersilakan makan tersebut.
Bumdes Panggung Lestari didirikan Maret 2013. Diawal kehadirannya, Bumdes ini mengelola sampah. Masyarakat yang selama ini bebas membuang sampah begitu saja, kini justru bisa menghasilkan uang dari sampah tersebut. Lingkungan pun menjadi bersih, dan melibatkan secara langsung 20 orang tenaga kerja.
Ruangan yang ditempati ketika itu, adalah bangunan yang sengaja disediakan untuk tamu yang dijamu di Bumdes Panggung Lestari. Bedanya, makanan yang disuguhkan tersebut, harus dibayar oleh tamu sendiri. Tidak disediakan oleh tuan rumah.
“Kenapa tamu yang bayar, mas? Kok bukan jamuan tuan rumah?” tanya saya, disela-sela silaturrahmi tersebut.
Ia tersenyum. Lalu memandang sebentar ke arah Kepala Desa Wahyudi Anggoro Hadi,
S. Farm, Apt, yang baru saja ditetapkan sebagai Kepala Desa Terbaik Indonesia. Disaat bersamaan, kemudian mereka memandang ke Staf Khusus Kebijakan Strategis Kemendes PDTT H. Febby Datuk Bangso.
“Kalau semua tamu yang datang ke sini, kami yang membiayai, mana sanggup kami?” kata Eko Pambudi.
Benar juga dia. Lalu Eko buka kartu. Ia sudah mengikrarkan, tidak akan ikut mengintai jabatan Kepala Desa. Ia dan pengelola Bumdes Panggung Lestari sudah bersepakat untuk bekerja fokus di Bumdes. Fokus bekerja di Bumdes. Tak akan berpaling ke tempat lain.
Salah satu unit usaha Bumdes Panggung Lestari, rumah makan dengan konsep taman. Arealnya sangat luas. Dikelilingi taman yang hijau. Bahan yang digunakan untuk rumah makan tersebut berasal dari masyarakat. Bumdes Panggung Lestari memberikan standar beras, sayur, ikan dan apa pun hasil panen masyarakat. Hasil panen tersebut dibeli dengan harga pantas, sedikit di atas harga pasar.
“Kalau ada yang bekerja sebagai karyawan di unit usaha, kami akan terima sesuai kebutuhan. Tak ada batasan usia. Tak butuh ijazah apa pun. Pokoknya bisa bekerja dan komit dengan aturan,” kata Eko sembari menyebutkan, untuk unit usaha rumah makannya ini saja sudah memberikan keuntungan di atas Rp 100 juta perbulan. Artinya, belum tuntas 2018, usaha ini sudah menembus keuntungan di atas satu miliar. Angka tersebut melampaui pencapaian tahun lalu.
Yani Setiadi, Sekdes Ponggok, mengakui, Bumdes Tirta Mandiri yang ada di desanya memberlakukan makan, minum dan snack dibiayai sendiri oleh tamu. Kalau tamunya satu dua orang, tak ada masalah, tetapi tamu yang datang setiap hari mencapai puluhan hingga ratusan orang.
“Makan, minum dan snack yang disediakan sesuai dengan pesanan tamu tersebut,” kata Yani Setiadi, sembari menyebutkan, semuanya dikelola unit usaha catering. Ia menyebutkan, dari unit usaha ini saja, selain bisa mempekerjakan banyak warga desanya, juga telah menghasilkan keuntungan sampai triwulan III miliaran rupiah.
Ketua Forum Bumdes Indonesia H. Febby Datuk Bangso menilai, yang dilakukan kedua Bumdes tersebut, juga oleh Bumdes lain, merupakan hal biasa. Bumdes tersebut mengemas dengan format wisata.
“Langkah mereka adalah cara cerdas dalam menyikapi kehadiran tamu untuk menimba ilmu di Bumdes mereka, sehingga dikembangkan dengan konsep wisatanya,” kata pria yang akrab disapa Datuk Febby ini.
Menurutnya, langkah cerdas tersebut tidak akan bisa dilakukan jika tidak ada dukungan penuh dari kepala desa dan perangkatnya, pengelola Bumdes mau pun masyarakat. Kalau pun pengelola Bumdes menjalankan unit usaha tersebut, sementara lingkungannya tidak merespon, diyakini pengelola Bumdes akan menemukan jalan buntu.
Ia memberikan apresiasi penuh terhadap langkah tersebut. Ia juga mengimbau agar perangkat desa menjadikan langkah Bumdes tersebut sebagai inspirasi. Ia juga berharap agar walinagari, perangkat nagari, Banmus dan masyarakat bergandengan tangan dengan untuk mewujudkan impian seru (**)