padanginfo.com - JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan perubahan harga rupiah alias redenominasi Prolegnas 2020-2024.
Usulan redenominasi itu masuk dalam 19 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi bidang tugas Kementerian Keuangan untuk ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2020-2024.
Aturan ini diharapkan bisa meningkatkan efisiensi waktu, transaksi, hingga efisiensi pencantuman harga barang atau jasa karena jumlah digit rupiah yang lebih sedikit.
"Urgensi pembentukan untuk menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit rupiah," ungkapnya.
Selain redenominasi, Menkeu juga memasukkan agenda lainnya. Seperti salah satunya RUU tentang Bea Meterai yang berpotensi meningkatkan penerimaan negara dengan memberikan landasan hukum atas mekanisme pemungutan bea meterai.
"Secara tidak langsung data tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak lainnya," tulis PMK tersebut seperti dikutip Kompas.com, Rabu (8/7/2020).
Apa itu Redenominasi
Pengertian redenominasi Mengutip tulisan Paul Sutaryono Pengamat Perbankan dan Mantan Assistant Vice President BNI yang dimuat Harian Kompas, 4 Agustus 2017, redenominasi merupakan pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.
"Ambil contoh, uang pecahan (denominasi) Rp 1.000 dipotong menjadi Rp 1. Jika menggunakan uang lama sebelum redenominasi harga bawang merah Rp 30.000 per kilogram, jika menggunakan uang baru setelah redenominasi harga menjadi Rp 30," tulis Paul.
Rencana redenominasi sendiri bukanlah wacana baru. Pada 2010, Bank Indonesia (BI) sudah merencanakan lima tahapan pelaksanaan redenominasi rupiah.
Pada tahap pertama (2010), BI melakukan studi banding tentang redenominasi di beberapa negara. Tahap kedua (2011-2012) merupakan masa sosialisasi.
Tahap ketiga (2013-2015) merupakan masa transisi ketika ada dua kuotasi penyebutan nominal uang. Tahap keempat (2016-2018), BI akan memastikan uang lama yang belum dipotong jumlah nolnya akan benar-benar habis dengan batas penarikan pada 2018.
Tahap kelima sebagai tahap terakhir (2019-2020), keterangan ”baru” dalam uang cetakan baru akan dihilangkan. Masyarakat siap melakukan pembayaran dengan uang yang telah diredenominasi.
Meski demikian, redenominasi masih belum berlaku hingga sekarang dan masyarakat masih melakukan transaksi dengan menggunakan denominasi yang biasa.
Praktik redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan nilai suatu mata uang menjadi lebih kecil dan tidak ada jaminan bahwa nilai tukarnya akan berubah.
Indonesia pernah melakukan sanering pada 1962 dan 1965 ketika tingkat inflasi sangat tinggi, masing-masing mencapai 131 persen dan 650 persen.
"Contoh sanering, uang pecahan Rp 1.000 dipotong menjadi Rp 1. Ketika harga bawang merah dengan uang lama harganya Rp 30.000 per kilogram, harganya tetap tak berubah menjadi Rp 30.000 dengan uang baru," tulis Paul.
Manfaat Redenominasi
Redenominasi memiliki beberapa manfaat. Pertama, redenominasi akan mendorong mata uang rupiah lebih efisien dengan memotong beberapa nol.
Tegasnya, redenominasi akan menyederhanakan dan mempercepat penulisan angka pada society worldwide interchange financial telecommunication (SWIFT).
Dalam industri perbankan internasional dikenal alat komunikasi SWIFT untuk keperluan finansial dan non finansial tercepat saat ini.
Selama ini, SWIFT hanya menyediakan maksimal 14 digit (angka) dalam berita yang akan dikirim melalui SWIFT. Di sinilah satu negara yang memiliki pecahan uang dengan banyak nol akan mengalami kesulitan untuk menyebutkan angka di atas 99 triliun.
Untuk itu, redenominasi akan memberikan manfaat besar bagi transaksi keuangan, baik melalui SWIFT maupun alat komunikasi konvensional lain, seperti teleks dan faksimile yang dilengkapi sandi tertentu sebagai pengaman.
Maka, sektor jasa keuangan, baik bank maupun nonbank, pasti menyambut hangat redenominasi itu.
Kedua, redenominasi akan meningkatkan rasa percaya diri terhadap rupiah. Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai Rp 13.300. Ketika Rp 1.000 dipotong menjadi Rp 1, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hanya Rp 13,30. Dengan demikian, kelak kita akan merasa lebih bangga dengan mengantongi rupiah.
Dengan bahasa lebih bening, setelah redenominasi rupiah akan naik peringkat dalam nilai tukar terhadap dollar AS. Kenaikan tersebut akan mendorong orang Indonesia lebih suka memegang rupiah daripada mata uang asing, katakanlah dollar AS, di dalam negeri.
Ketiga, pemangkasan beberapa nol dalam mata uang rupiah itu akan mengerek kredibilitas rupiah di pasar keuangan nasional. Ketika pasar modal lebih bergairah karena kestabilan nilai tukar rupiah, pasar modal akan lebih menjadi wadah bagi perusahaan besar (korporasi) untuk mencari dana dengan menerbitkan surat utang atau obligasi (bond).
Keempat, sejatinya, redenominasi juga merupakan sinyal bahwa roda ekonomi selama ini telah berjalan pada rel yang benar.
Dengan bahasa lebih lugas, redenominasi dapat menjadi instrumen bagi pemerintah dalam mendorong tingkat kepercayaan, baik kepada masyarakatnya sendiri maupun kepada pasar regional, internasional, dan global.(*)
Usulan redenominasi itu masuk dalam 19 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi bidang tugas Kementerian Keuangan untuk ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2020-2024.
Aturan ini diharapkan bisa meningkatkan efisiensi waktu, transaksi, hingga efisiensi pencantuman harga barang atau jasa karena jumlah digit rupiah yang lebih sedikit.
"Urgensi pembentukan untuk menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit rupiah," ungkapnya.
Selain redenominasi, Menkeu juga memasukkan agenda lainnya. Seperti salah satunya RUU tentang Bea Meterai yang berpotensi meningkatkan penerimaan negara dengan memberikan landasan hukum atas mekanisme pemungutan bea meterai.
"Secara tidak langsung data tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak lainnya," tulis PMK tersebut seperti dikutip Kompas.com, Rabu (8/7/2020).
Apa itu Redenominasi
Pengertian redenominasi Mengutip tulisan Paul Sutaryono Pengamat Perbankan dan Mantan Assistant Vice President BNI yang dimuat Harian Kompas, 4 Agustus 2017, redenominasi merupakan pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.
"Ambil contoh, uang pecahan (denominasi) Rp 1.000 dipotong menjadi Rp 1. Jika menggunakan uang lama sebelum redenominasi harga bawang merah Rp 30.000 per kilogram, jika menggunakan uang baru setelah redenominasi harga menjadi Rp 30," tulis Paul.
Rencana redenominasi sendiri bukanlah wacana baru. Pada 2010, Bank Indonesia (BI) sudah merencanakan lima tahapan pelaksanaan redenominasi rupiah.
Pada tahap pertama (2010), BI melakukan studi banding tentang redenominasi di beberapa negara. Tahap kedua (2011-2012) merupakan masa sosialisasi.
Tahap ketiga (2013-2015) merupakan masa transisi ketika ada dua kuotasi penyebutan nominal uang. Tahap keempat (2016-2018), BI akan memastikan uang lama yang belum dipotong jumlah nolnya akan benar-benar habis dengan batas penarikan pada 2018.
Tahap kelima sebagai tahap terakhir (2019-2020), keterangan ”baru” dalam uang cetakan baru akan dihilangkan. Masyarakat siap melakukan pembayaran dengan uang yang telah diredenominasi.
Meski demikian, redenominasi masih belum berlaku hingga sekarang dan masyarakat masih melakukan transaksi dengan menggunakan denominasi yang biasa.
Praktik redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan nilai suatu mata uang menjadi lebih kecil dan tidak ada jaminan bahwa nilai tukarnya akan berubah.
Indonesia pernah melakukan sanering pada 1962 dan 1965 ketika tingkat inflasi sangat tinggi, masing-masing mencapai 131 persen dan 650 persen.
"Contoh sanering, uang pecahan Rp 1.000 dipotong menjadi Rp 1. Ketika harga bawang merah dengan uang lama harganya Rp 30.000 per kilogram, harganya tetap tak berubah menjadi Rp 30.000 dengan uang baru," tulis Paul.
Manfaat Redenominasi
Redenominasi memiliki beberapa manfaat. Pertama, redenominasi akan mendorong mata uang rupiah lebih efisien dengan memotong beberapa nol.
Tegasnya, redenominasi akan menyederhanakan dan mempercepat penulisan angka pada society worldwide interchange financial telecommunication (SWIFT).
Dalam industri perbankan internasional dikenal alat komunikasi SWIFT untuk keperluan finansial dan non finansial tercepat saat ini.
Selama ini, SWIFT hanya menyediakan maksimal 14 digit (angka) dalam berita yang akan dikirim melalui SWIFT. Di sinilah satu negara yang memiliki pecahan uang dengan banyak nol akan mengalami kesulitan untuk menyebutkan angka di atas 99 triliun.
Untuk itu, redenominasi akan memberikan manfaat besar bagi transaksi keuangan, baik melalui SWIFT maupun alat komunikasi konvensional lain, seperti teleks dan faksimile yang dilengkapi sandi tertentu sebagai pengaman.
Maka, sektor jasa keuangan, baik bank maupun nonbank, pasti menyambut hangat redenominasi itu.
Kedua, redenominasi akan meningkatkan rasa percaya diri terhadap rupiah. Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai Rp 13.300. Ketika Rp 1.000 dipotong menjadi Rp 1, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS hanya Rp 13,30. Dengan demikian, kelak kita akan merasa lebih bangga dengan mengantongi rupiah.
Dengan bahasa lebih bening, setelah redenominasi rupiah akan naik peringkat dalam nilai tukar terhadap dollar AS. Kenaikan tersebut akan mendorong orang Indonesia lebih suka memegang rupiah daripada mata uang asing, katakanlah dollar AS, di dalam negeri.
Ketiga, pemangkasan beberapa nol dalam mata uang rupiah itu akan mengerek kredibilitas rupiah di pasar keuangan nasional. Ketika pasar modal lebih bergairah karena kestabilan nilai tukar rupiah, pasar modal akan lebih menjadi wadah bagi perusahaan besar (korporasi) untuk mencari dana dengan menerbitkan surat utang atau obligasi (bond).
Keempat, sejatinya, redenominasi juga merupakan sinyal bahwa roda ekonomi selama ini telah berjalan pada rel yang benar.
Dengan bahasa lebih lugas, redenominasi dapat menjadi instrumen bagi pemerintah dalam mendorong tingkat kepercayaan, baik kepada masyarakatnya sendiri maupun kepada pasar regional, internasional, dan global.(*)