Notification

×

Iklan

Iklan

Di Solok Selatan Ada 'Payung' Melindungi Tambang Emas Ilegal

Senin, 07 Agustus 2023 | 8/07/2023 WIB Last Updated 2024-11-23T18:04:49Z

Eksavator di salah satu tambang emas ilegal di Solok Selatan.


WALAU diakui hasil tambang emas di Solok Selatan makin berkurang dari waktu ke waktu, tetapi hal itu tidak membuat pengusaha menghentikan kegiatan mereka. Aktivitas pencari emas melalui pertambangan tanpa izin (PETI) terus berlangsung.


Sebagian besar pengusaha yang bertahan ini adalah yang sudah lama bergelut dengan tambang emas. Mereka sudah menikmati masa emas aktivitas tambang emas ilegal itu dari tahun 2014 hingga 2019.


Menjalankan aktivitas sebagai pengusaha tambang emas di Solok Selatan perlu modal yang tidak kecil. Ini perhitungannya.


Sebuah alat berat eskavator seken tipe termurah harganya berkisar antara Rp100 juta hingga Rp400 juta. Tambah dua kali lipat harganya bila beli alat terbaru.


Seorang pengusaha minimal harus punya satu alat. Bisa dikalkulasi sendiri kalau pengusaha punya dua atau lebih peralatan. Pantauan yang dilakukan pada sejumlah lokasi akhir Maret lalu, seorang pengusaha paling banyak mengoperasikan tiga alat berat. Sebagian besar dengan satu alat berat saja.


“Umumnya alat-alat seken yang masuk,” kata seorang warga yang membuka tempat penitipan sepeda motor para pencari emas di Pinti Kayu. Ia menunjuk sebuah alat berat berwarna oranye yang tertegak tidak jauh dari kedainya di Muaro. “Alat itu tidak bisa masuk karena rusak. Sudah dua bulan lebih tegak di sana,” jelas wanita itu.


Memasukkan alat berat ke lokasi tambang juga butuh biaya. Tidak saja untuk upah operator dan bahan bakar. Tetapi juga untuk upeti yang harus diberikan sepanjang perjalanan. Biasanya dikutip para pemuda setiap nagari yang dilewati. Jumlahnya berkisar antara Rp2 juta hingga Rp 3 juta untuk setiap pos penyetopan.


“Kalau tidak diberikan tak bisa lewat karena ada portal yang menghalangi,” jelas seorang pemilik kedai minuman di Tanjung Durian


Dibagi-bagi


Selepas jembatan gantung itu di Tanjung Durian memang terlihat portal besi yang tegak miring di sisi jalan. Tanjung Durian adalah pintu masuk ke lokasi tambang Kimbahan, Simabuo dan Tarantam. Ketiga lokasi ini masih berjalan aktivitas penambangan. Di Kimbahan ada 9 alat sementara di kedua lokasinya lainnya masing-masing dengan satu alat berat.


Kalau tidak membeli sendiri peralatan alat berat itu ada kemungkinan untuk merentalnya. Tidak susah mencari pihak yang menyewakan. Besar sewanya antara Rp100 juga hingga Rp120 juta per bulan, tergantung jenis dan kapasitas alat. Sewa dengan harga demikian sudah termasuk gaji untuk seorang operator alat.


“Sebagian besar yang kerja sekarang kalau tidak pakai peralatan milik sendiri adalah dengan sistem kerja sama. Yang punya alat bekerja sama dengan pemilik lahan atau pengusaha. Tak ada lagi alat yang dirental,” kata Buyung, operator alat berat di Lubuk Bingkuang.


Sebelum alat masuk ke lokasi atau menjelang bekerja, sesungguhnya pengusaha harus mengeluarkan uang terlebih dahulu. Namanya uang payung. Uang pengamanan agar setelah bekerja di lokasi tidak ada gangguan dari pihak mana pun.


“Sama dengan payung untuk terlindung dari hujan, payung di sini maksudnya agar kegiatan alat berat dan pencarian emas berjalan aman,” ujar Pono.


Berapa besar uang payung? Berkisar antara Rp25 juta hingga Rp27 juta. Jumlah itu bukan untuk sekali bayar saja, melainkan per bulan. Di Abai, Lubuk Ulang Aling dan lokasi lainnya uang payungnya Rp25 juta. Sementara pada lokasi di Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, Sungai Pagu, Sangir Batanghari uang payungnya Rp27 juta.


“Uang payung itu sudah ada sejak dahulu,” sebut Arman yang mengaku tarifnya sudah Rp25 juta saat ia mengelola tambang di Sungai Pamong Gadang.


Sudah menjadi rahasia umum perihal uang payung itu di semua lokasi tambang. Dikutip sebelum pengusaha melakukan pencarian emas dengan menggunakan alat berat, uang tersebut dibagi kepada sejumlah pihak. Mulai dari ninik mamak, aparat nagari, kecamatan, kabupaten hingga aparat keamanan.


Kalau tidak diberikan uang payung? “Tidak akan aman. Sewaktu-waktu bisa datang petugas melakukan razia. Lebih baik tidak bekerja kalau tidak memberikan uang payung,” kata Pono pula.


“Semua orang tahu di Solok Selatan ini semuanya tambang ilegal. Kalau tidak berpandai-pandai tak akan bisa jalan. Akan ada saja masalah yang membuat tidak lancar,” sebut Arman yang ditemui di kedainya pada suatu malam.


Orang Bagak


Untuk tenaga kerja tidak pengeluaran rutin seperti gaji bulanan. Sebab sistemnya bagi hasil. Para pekerja mendapatkan bagian 5 persen dari hasil yang didapatkan. Lima persen juga untuk operator alat berat. Sementara untuk pemilik lahan bagiannya 10 hingga 15 persen.


“Kalau tidak ada modal sekurang-kurangnya Rp300 juta tak usah bekerja di dalam. Apalagi dalam kondisi sekarang,” sebut Arman yang mengaku pernah habis Rp120 juta dalam sebulan namun emas yang didapatkan tidak sampai Rp30 juta. “Harus punya modal besar untuk bermain tambang emas,” tambahnya.


Lalu siapa pengusaha yang masih mampu bertahan itu? Tidak mudah menelusurinya. Sebab yang tampil itu adalah orang-orang tertentu yang dikenal sebagai ‘orang bagak’ atau preman. Semua hal yang berhubungan dengan pekerjaan di lapangan ditekel oleh mereka. Mereka mengaku dia pemilik perusahaan.


Semua narasumber yang ditanyai mengaku tidak ada pengusaha baru yang terjun. Semuanya adalah orang-orang lama. Pengusaha yang sudah belasan tahun malang melintang dalam aktivitas tambang emas.


“Dua orang pengusaha di sini (Kimbahan) adalah warga Abai,” ungkap Pono dengan menyebutkan dua nama yang dikenal sebagai orang bagak di daerah itu.


Siapa pengusaha di belakang mereka tidak bisa dipastikan. Hanya terucap bagai kabar burung atau dugaan-dugaan belaka. Di Lubuk Ulang Aling Tengah dan Selatan konon katanya dikuasai oleh seorang pejabat penting Solok Selatan. Sementara di Kimbahan, Tarantam dan Muaro Sungai Pahik beberapa di antaranya milik aparat. Lalu di Pinti Kayu berhembus nama seorang wakil rakyat.


Abdul Aziz, pengurus Walhi Sumbar, yang pernah menelusuri sebagian besar lokasi tambang itu menyebutkan nama-nama pengusaha itu tidak asing lagi bagi warga Solok Selatan. “Masalahnya, tahu tapi tidak bisa membuktikan,” ujarnya. “Pekerja di lapangan tidak akan kenal siapa bos besar mereka.”


Hal senada juga disampaikan Ketua KPA Winalsa, Dino Wahyu Saputra. “Pengusaha yang bertahan sampai sekarang adalah orang-orang lama itu juga yang sudah sangat paham lika-likunya.”


Zero Toleransi


Kapolda Sumbar Irjen Pol Teddy Minahasa P, SH, SIK, MH berkomitmen tidak ada tolerasi untuk kegiatan tambang emas ilegal dan ilegal logging. Pihaknya memberikan atensi khusus tidak adanya praktik ilegal tersebut.


“Bapak Kapolda Sumbar menegaskan Zero toleransi terhadap Illegal logging dan mining,” ujar Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Satake Bayu Setianto SIK menjawab padanginfo.com, Jumat (14/04/2022).


Sepanjang tahun 2020 sebanyak 39 kasus dengan 64 orang tersangka yang ditangkap dan diproses. Tahun 2021 Polda Sumbar mengungkap 36 kasus tindak pidana tambang ilegal. Hingga April 2022 ini, Polda Sumbar menangkap 4 orang pelaku penambangan emas tanpa izin di Sijunjung dan Pasaman.


Tersangka di Sijunjung berinisial S (54) warga Kelurahan Kedoya Utara Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat Provinsi DKI Jakarta dan S alias A (35) warga Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat.


Untuk di Pasaman, tersangka MI (28) sebagai operator alat berat, warga Kelurahan Padang Tarok Baso, Kabupaten Agam. Kemudian S alias U, warga Kecamatan Koto Parik Gadang Kabupaten Solok Selatan.


Menjawab soal tindakan bila ada anggota polisi yang terlibat illegal mining, Satake menegaskan akan mendapatkan tindakan tegas. “Bila ada yang melakukan pelanggaran akan dikenakan tindakan tegas,” ujarnya.


Ia mengimbau kepada masyarakat, jika ada melihat aktivitas tambang ilegal di Sumbar segera laporkan. Segera laporkan ke kantor kepolisian terdekat mulai Polsek hinga Polda Sumbar dan bisa melalui aplikasi e-DUMAS dan identitas dirahasiakan.


Disebutkan Satake setiap laporan masyarakat yang masuk kepolisian, pihaknya akan segara menelusuri. “Kita akan segera mendalami setiap laporan-laporan yang masuk kepolisian dan segera menindaklanjuti laporan tersebut,” katanya. (Afrimen MN)


Laporan ini diproduksi atas dukungan dari Dana Jurnalisme Hutan Hujan (Rainforest Journalism Fund) yang bekerja sama dengan Pulitzer Center.






 


×
Berita Terbaru Update