Notification

×

Iklan

Iklan



Nanti Malam Kesenian Dondang Sayang Malaysia Tampil di Festival Warisan Budaya Takbenda Payakumbuh 2023

Minggu, 15 Oktober 2023 | 10/15/2023 WIB Last Updated 2024-09-10T02:22:04Z

Minggu malam ini ICHF 2023, Tampilkan Dondang Sayang dari Malaysia Hingga Tari Kancer Lasan Suku Dayak Kenyah. Foto.uch.unesco.org

 

padanginfo.com-PAYAKUMBUH- Intangible Cultural Heritage Festival (ICHF) Payakumbuh 2023, Minggu 15 Oktober 2023, di Agamjua Art and Culture Cafe akan tampilkan kesenian Dondang Sayang dari Malaysia. 

 

Sementara Malaysia akan menghadirkan Dondang Sayang. Kesenian ini dipercaya telah muncul dan berkembang di Melaka pada masa Kesultanan Melayu Melaka di abad 15. Memadukan permainan musik tradisional Melayu untuk meningkahi saling balas pantun di antara pemainnya.  Pantun sendiri telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia Malaysia dan Indonesia pada 2020. 

 

Suku Dayak Kenyah dari Kalimantan Timur punya Tarian Kancet Lasan. Ini adalah tariannya perempuan Dayak Kenyah yang dimainkan secara tunggal. Terinspirasi oleh kehidupan burung enggang, yang dalam tradisi setempat, dimuliakan sebagai simbol keagungan dan kepahlawanan. Tarian Kencet Lasan akan ikut meramaikan malam keempat ICHF 2023 nanti. 

 

Selain penampilan dari Malaysia dan Kalimantan, beberapa WBTb Indonesia yang lahir dari sejarah dan kisah yang menarik dari Sumbar juga akan ditampilkan. 

 

Ada Tari Baronde yang berasal dari tradisi perayaan masa tanam padi di Nagari Gunuang, Kota Padang Panjang. Karena ditujukan untuk perayaan, tari penuh dengan gerak suka ria, diiringi dendangan berisi gurau canda. 

 

Juga Tari Indang Tigo Sandiang dari Padang Pariaman. Ini adalah pertunjukan tradisi lisan dengan iringan gendang khusus yang disebut Rapa’i. Indang sendiri memang berarti dendangan. 

Dimain oleh puluhan orang, Indang Sandiang Tigo mendendangkan syair-syairnya bersumber dari Al-Quran, riwayat Nabi Muhammad, riwayat Syekh, serta teks nan duopuluah—sebuah kajian mengenai sifat-sifat Allah. 

 

Dari Sijunjuang akan tampil Tari Tanduak. Tari ini konon lahir bersamaan dengan berdirinya Nagari Lubuak Tarok sekira 8 abad yang silam. Isinya mengenai peristiwa adu kerbau di masa lalu antara masyarakat Pulau Paco dan utusan dari Majopahit.

 

Dua penari utama Tari Tanduak, tampil memakai tanduk. Tanduk itu akan mereka adu layaknya kerbau bertarung, namun dalam gerak silek yang cekatan dan apik. Tari ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia sejak 2016 lalu. 

 

 

Malam sebelumnya, Sabtu 14 Oktober 2023, sejumlah pertunjukan telah tampil dan mendapat sambutan hangat dari pengunjung. 

 

Ada pertunjukan Kalaripayattu seni bela diri tertua di India dan Tari Saman dari Aceh yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia UNESCO. 

 

Tampil pula Dikia Pano, kesenian rakyat dari Pasaman yang konon sudah dimainkan semenjak jaman paderi. Kesenian adalah gabungan antara permainan gendang dan kelihaian berpantun. 

 

Juga dipertunjukkan Tari Toga, yang disebut juga Tari Larangan, tarian kuno Kerajaan Siguntur, yang konon sudah dimainkan semenjak masa Hindu-Budha. Tari yang awalnya hanya boleh  ditampilkan dalam acara-acara resmi kerajaan, sempat hampir punah, ditampilkan untuk umum sebagai atraksi  ICHF 2023 semalam. Tari Toga sendiri ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia pada 2014 lalu. 

 

Salah satu tujuan ICHF 2023 memang untuk mengaktivasi  serta mengenalkan kepada masyarakat luas WBTb Indonesia dan WTB Dunia dari Sumbar dan Indonesia. 

 

Di samping itu gelaran ini juga bertujuan untuk menciptakan ruang jumpa antara WBTb Dunia dari berbagai negara. 

 

“Agar para pemilik WBTb Dunia bisa bertemu dan berinteraksi langsung, terjadi pertukaran pengetahuan dan budaya. Dari ini kita kita juga berharap muncul kesadaran bersama untuk mengaktivasi warisan-warisan tersebut secara kolaboratif.” Kata Donny Eros kurator festival. 

 

Lebih jauh festival budaya internasional yang diikuti 5 negara ini, merupakan bagian dari upaya Dinas Kebudayaan Sumbar dan bekerjasama dengan Ketua DPRD Supardi untuk mendorong ekosistem pariwisata berbasis budaya di Payakumbuh. 

 

“Impian saya kedepannya adalah bagaimana Payakumbuh menjadi kota yang penuh pendar cahaya festival,” paparnya pada malam pembukaan ICHF, Kamis 12 Oktober lalu.

 

Untuk menuju ke arah itu, lanjutnya, segenap pihak terkait mesti terus menekankan 

pentingnya posisi budaya dan pariwisata bagi Payakumbuh dan Sumbar. (*)

 



×
Berita Terbaru Update