Workshop Kekaryaan selama 3 hari (8-11 Mei) di Nagari Maek, Kec Lima Puluh Kota. Workshop Kekaryaan ini diadakan guna menyiapkan beberapa karya seni pertunjukan
padanginfo.com- LIMAPULUH KOTA- Masyarakat
Maek tengah sibuk mempersiapkan Festival Maek. Bersama Dinas Kebudayaan
Provinsi Sumatera Barat, digelar Workshop Kekaryaan selama 3 hari (8-11 Mei) di
Nagari Maek, Kec Lima Puluh Kota. Workshop Kekaryaan ini diadakan guna
menyiapkan beberapa karya seni pertunjukan yang akan ditampilkan pada puncak
acara Festival Maek, 17-20 Juli mendatang.
Dalam
workshop ini 20 pemuda dan pemudi ‘negeri seribu menhir’ akan berkolaborasi
dengan koreografer Jerman Bianca Sere Pulungan. Koreografer Jefriandi Usman koreografer
dan musisi Sendi Orysal juga terlibat dalam workshop ini.
Mereka akan
berkolaborasi dengan pemuda-pemudi Maek memainkan pertunjukan yang diangkat
dari narasi-narasi sejarah dan budaya yang ada di Maek, terutama terkait
menhir.
Bianca Sere
Pulungan, misalnya, mengajak anak nagari Maek berkolaborasi untuk merancang
karya tari kontemporer yang akan dipentaskan di sekitar situs menhir.
“Saya
bayangkan nanti lahir semacam seni instalasi yang bergerak. Saya juga akan
upayakan agar anak-anak lepas dari estetik tari yang biasa, mengajak mereka
mengeksplor gerak tubuh yang bebas” terang koreografer perempuan yang telah
malang melintang di dunia tari internasional ini.
Ia juga
mengakatan karya ini adalah upaya eskplorasinya atas hasil interpretasinya
terhadap sejarah dan kebudayaan Maek. Karya ini, lanjutnya, juga berangkat dari
hubungan tubuh anak-anak dengan anak lainnya, hubungan anak-anak dengan sejarah
dan situasi budaya Maek hari ini.
“Karya ini
bisa dikatakan semacam translasi dari hubungan-hubungan tersebut”, ujarnya
penuh semangat.
Sendi
Orysal juga mengatakan hal senada. Ia bilang ingin mengeksplorasi kemisteriusan
menhir dan tebing-tebing eksotis yang mengurung Maek menjadi musik.
“Maek
adalah peradaban tua yang penuh misteri, dengan menhir-menhir dan panorama
alamnya. Ini sangat menarik untuk diolah menjadi musik,” kata Sendi.
Menhir-menhir
warisan peradaban masa lalu di Maek memang mengandung banyak cerita yang belum
terungkap. Banyak kisah tersimpan di baliknya. Para peneliti misalnya,
mengatakan bahwa menhir bukan benda mati belaka. Lebih dari itu, ia punya kisah
panjang, bagian dari perkembangan sejarah yang panjang.
Selain
untuk menyimbolkan kematian, mennhir juga menyimbolkan kehidupan. Selain
digunakan sebagai nisan, menhir juga dibangun untuk menandakan lahirnya seorang
anak.
Hal-hal serupa
itulah yang salah satunya yang akan direspon oleh para seniman yang
berkolaborasi bersama anak nagari Maek, terang Direktur Program Festival Maek
Roby Satria.
“Program-program
Festival Maek, dirancang agar masyarakat Maek bisa terlibat aktif dalam
merespon secara kreatif serta mengembangkan warisan-warisan budaya Maek” tambah
Roby sambil menambahkan bahwa festival ini adalah milik masyarakat Maek.
Sejak tahun
2023 lalu telah diadakan sejumlah program dalam rangka persiapan Festival Maek.
Mulai dari Focus Group Discussion dengan Bundo Kanduang, Niniak Mamak, Pemuda,
dan pejabat Nagari, untuk menggali bersama potensi-potensi budaya di Maek baik
yang terkait dengan menhir mau pun seni budaya yang hidup dan berkembang di
Maek.
Penelitian
dan penelusuran bukti-bukti arkeologi terkait menhir dan kebudayaan megalitik
di Maek juga dilakukan oleh tim ahli.
Tim ahli yang didampingi Ketua DPRD Sumbar Supardi juga telah menelurusi
‘nasib’ dari 7 tengkorak hasil eskavasi di Maek yang selama ini berada di UGM.
Kini sampel dari kerangka tersebut telah dikirim ke Australia untuk dilakukan
uji karbon.
Selain seni
pertunjukan juga ada sejumlah program lainnya, seperti residensi penulis. Dua
sastrawan yaitu Iyut Fitra dan Yudilfan Habib akan mengadakan residensi di Maek
lalu menghasilkan karya sastra sebagai respon atas warisan budaya Maek.
Dukungan
Penuh dari Pemerintahan Nagari
Wali Nagari
Maek Efrizal Hendri Dt Pakiah, menyambut antusias pembukaan workshop.
Menurutnya, untuk mempersiapkan event seperti Festival Maek memang dibutuhkan
persiapan yang matang. Terlebih event itu adalah upaya bersama untuk mempromosikan
dan mengembangkan pariwisata Maek.
“Kita
sangat mendukung kegiatan ini,” ujarnya sambil memberi apresiasi pada
lembaga-lembaga Nagari dan masyarakat Maek umumnya yang juga hadir dalam
kesempatan tersebut.
Lebih jauh,
ia mengatakan workshop tersebut penting untuk menumbuhkan bakat seni di tengah
generasi muda Maek untuk selanjutnya bisa berkarya mandiri dan menjadi bagian
dari dunia pariwisata Maek.
“Ini adalah
kesempatan langka, bisa bertukar ilmu dengan seniman-seniman kita dari luar dan
dalam negeri. Ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya”, tambahnya.
Festival
Maek sendiri adalah serangkaian kegiatan untuk menggali dan merayakan potensi
warisan budaya Maek dengan festival sebagai acara puncak.
Sebagai
informasi, di Maek terdapat banyak warisan budaya ‘unik’ selain menhir. Ada randai
yang bisa dimainkan oleh perempuan dan laki-laki. Juga ada petatah petitih yang
khusus dimainkan oleh kaum perempuan yang disebut badantang. (*)