padanginfo.com-PDANNG- Pengamat Seni Pertunjukan dan wartawan Nasrul Azwar mengatakan perlawanan masyarakat seni Sumbar melalui Forum Perjuangan Seniman (FPS) Sumbar yang terus berlangsung karena Pemprov Sumbar sudah menebar PHP (Pemberi Harapan
Palsu) dan memprank masyarakat seni Sumatera Barat dengan rasa
bangga bertahun-tahun lamanya.
Semua gedung kesenian dirubuhkan sejak 2015, sehingga masyarakat seni tidak lagi punya ruang ekspresi. Taman Budaya sebagai rumah seniman, terbiarkan begitu saja.
Nasril Azwar Dalam orasi budayanya di Panggung Ekpresi Forum Perjuangan Seniman Sumbar, Sabtu 29/6/2024 yang juga Sekjen Aliansi Komunitas Seni Indonesia (AKSI) membacakan semacam manifesto, yakni pernyataan terbuka seseorang atau kelompok tentang tujuan dan pandangannya agar mendapat perhatian pihak terkait.
Menurut Nasrul Azwar yang kerap disapa Maknaih, manifesto yang diberi judul "Masyarakat Seni Sumbar Melawan" ditujukan pada Pihak eksekutif dan legislatif daerah ini, dan semua masyarakat peduli budaya, menerima kemanfaatan atas eksistensi ekosistem budaya dan seni.
Adalah omong kosong Visi Berkebudayaan Maju berjalan mulus, lanjutnya, sebagaimana
Rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Provinsi Sumatera Barat 2025-2045 yang visi “Sumatera
Barat Maju dan Berkelanjutan Berlandaskan Agama dan Budaya."
Dalam sasaran pokok RPJPD kebudayaan berada di nomor 13 dari 16
item yang diprioritaskan, yaitu “Beragama Maslahat dan
Berkebudayaan Maju” dengan target Indeks Pembangunan
Kebudayaan (IPK) 69,70-70,34 pada tahun 2045. Kini IPK Sumatera
Barat 57,35.
Membaca RPJPD itu, sudah terasa bahwa budaya tidak menjadi hal
penting bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat kendati dalam visi
menyertakan frasa budaya. Rentang waktu ini, untuk 20 tahun ke
depan. Kebudayaan tampaknya tidak penting termasuk kelanjutan
menyelesaikan Gedung Kebudayaan ini.
Sejauh itu pula, dalam pembacaan saya terhadap penyusunan naskah
RPJMD 20 tahun terakhir atau 4 RPJMD—sejak dari Gubernur
Gamawan Fauzi, Irwan Prayitno (2 periode), dan Mahyeldi pada
periode ini—keseriusan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak terbukti dalam
pengembangan kebudayaan. Padahal menyebutkan berkebudayaan
maju sebagai landasan.
Pengalokasian dana pokok-pokok pikiran (pokir) yang jumlah
miliaran setiap tahun kepada masing-masing anggota DPRD
Sumatera Barat juga ikut
berkontribusi mendorong matinya pembangunan kebudayaan di
Sumatera Barat.
Jika para wakil rakyat itu bersedia membagi dana
pokirnya untuk dialokasikan melanjutkan pembangunan gedung
kebudayaan, dalam dua tahun akan selesai. Tapi itu justru tidak ada dalam pangana, pikiran mereka ujar Maknaih pula.
Panggung Ekspresi kali ini selain dihibur oleh kelompok penyanyi jalanan KPJ Sakato, pimpinan Doni Kamardi, tari-tarian dari Grup Cahayo Bundo pimpinan Ade, juga diperkuat oleh monolog Angel dari kelompok Studio Merah FHUK Unand yang cukup memukau, disutradarai oleh Tika, baca puisi oleh Andria C Tamsin, Muhammad Ibrahim Ilyas dan Herry Goib.(if)