padanginfo.com-PADANG- Panggung Ekspresi Forum Perjuangan Seniman Sumatera Barat yang digelar Sabtu 31 Agustus kemaren, di Gerbang Taman Budaya Padang, terasa semakin meriah dan "menggigit" dengan orasi budaya yang disampaikan oleh praktisi hukum, advokat and Low Consultan, M. Ishak Fahmi, SH, MH, CRBD yang bicara tentang antara ideal dan fakta.
Sebelum berorasi, M. Ishak Fahmi berteriak Merdeka! Agustus adalah bulan di mana kita memperingati hari kemerdekaan negara kita ini. Namun, kita dikangkangi oleh kenyataan yang sumbang, menilik antara ideal dan fakta.
Dikatakan, Taman Budaya sebagai area berkesenian, wadah bagi segala kegiatan kesenian dan kebudayaan daerah (Minangkabau) harus didukung dengan fasilitas yang representatif.
Itu idealnya, tidak sebagaimana yang kita lihat secara fakta, semuanya tidak terujud maksimal, kecuali bengkalai bangunan yang kian berlumut dan merimba.
Tidak ada kepastian, kapan bengkalai itu diselesaikan. Ishak menyebut, silang pendapat itu biasa, apalagi di Minangkabau, "basilang kayu mako api iduik, bareh jadi nasi," Namun nyala api tungku harus dikontrol agar periuk tidak meleleh, "jan pariuak jadi sompong."
M. Ishak bermisal, dalam demokrasi, idealnya kontestasi pilkada mesti lebih satu pasang. Faktanya beberapa daerah memaksakan agar calon yang maju satu pasang saja, melawan kotak kosong. Selain itu, idealnya suara rakyat mesti diakomodir namun faktanya justru kehendak penguasa, partai politik yang berlaku. Bila terbentur dengan regulasi yang sudah ada, maka aturan atau undang-undang yang tidak cocok segera diubah.
Inilah yang terjadi di negeri kita. Sebagai rakyat, apakah kita diam? Membiarkan? Tidak, ini harus dilawan! Mengkritik adalah hak warga negara yang dijamin konstitusi dan UU.
Panggung Ekspresi ini, selain dimeriahkan oleh Komunitas Pemusik Jalanan (KPJ) pimpinan Doni Kamardi, juga oleg Grup Tari Anak Indonesia pimpinan Elfi Damayanti dan Sanggar Seni Indah di Mato pimpinan Erdawati, SPd. Monolog Putu dan Seni yang dimainkan Artika R dari Komunitas Studio Merah Fak. Hukum Unand cukup memukau penonton yang duduk bersila di parkiran Taman Budsya tersebut.
Sebagaimana biasanya, pembacaan puisi kali ini diisi oleh Hana Disti dari kalangan milenial dan Yeyen Kiram. Performance Art yang digelar oleh seniman Yogyakarta, Muchlis Zukri, SSn
cukup menarik dengan tubuhnya yang dibungkus kain merah putih, dikupas habis hingga ia telanjang bagaikan kertas koran yang penuh dengan aneka tulisan tentang ketidakpuasannya. KPJ Sakato kembali tampil sebagai penutup dengan lagu Bento yang dipupulerkan oleh Iwan Fals. (If).