Notification

×

Iklan

Iklan



Umar yang Sangat Negarawan dan Toleran

Kamis, 05 September 2024 | 9/05/2024 WIB Last Updated 2024-09-08T10:33:23Z


Oleh: Irsyad Syafar
Ketua DPRD.Sumbar Sementara

padanginfo.com- PADANG- Pada tahun 16 H, Khalifah Umar bin Khattab berangkat ke Baitul Maqdis (Palestina) setelah negeri itu berhasil direbut (ditaklukkan) oleh pasukan kaum muslimin di bawah panglima Abu Ubaidah bin Jarrah.

Kedatangan Umar bin Khattab adalah dalam rangka menerima kunci Baitul Maqdis dari Petrik pemimpin tertinggi kaum nashrani Baitul Maqdis. Maka pada kesempatan tersebut Umar memberikan jaminan keamanan bagi kaum Nashrani di seluruh Baitul Maqdis dalam sebuah dukumen sejarah yang bernama "Watsiqah Umariyah" (komitmen Umar), yang isinya antara lain:


"Bismillahirrahmanirrahim. Ini yang diberikan oleh Hamba Allah Amirul Mukminin terhadap seluruh penduduk Eliya (Baitul Maqdis):

1. Diberikan bagi mereka keamanan atas jiwa mereka, harta mereka, gereja-gereja mereka, dan salib-salib mereka, bagi yang sakit dan yang sehat dari mereka serta seluruh alirannya.
2. Gereja mereka tidak boleh ditempati dan tidak boleh dirobohkan, juga tidak boleh dikurangi termasuk salibnya.
3. Mereka tidak boleh dipaksa meninggalkan agama mereka, dan tidak boleh satu orangpun terintimidasi.
4. Tidak boleh satu orangpun yahudi tinggal di Eliya (Baitul Maqdis).
5. Penduduk Eliya wajib membayar jizyah sebagaimana juga wajib bagi non muslim di daerah sekitar.
6. Mereka dibolehkan keluar dan pergi bergabung dengan Romawi, dan terjamin keamanannya sampai ke tujuan.

Di ujung dokumen tersebut, Umar menuliskan: "Dokumen ini adalah janji (kewajiban) kepada Allah dan RasulNya, tanggung jawab para Khalifah dan seluruh kaum muslimin." Dan yang menjadi saksi atas dokumen janji Umar ini adalah sahabat yang mulia: Khalid bin Walid, Amru bin 'Ash, Abdurrahman bin Auf, dan Muawiyah bin Abi Sufyan.

Di saat itu juga, Petrik Baitul Maqdis mempersilakan Umar untuk masuk ke Gereja Qiyamah dan mempersilahkannya untuk shalat. Tapi Umar menolak tawaran tersebut. Beliau khawatir, sepeninggal Beliau nantik gereja tersebut diubah menjadi masjid oleh kaum muslimin, dengan alasan Umar pernah shalat di sana.

Begitulah tingginya sikap kenegarawanan Umar yang telah berkuasa menaklukkan Eliya (Baitul Maqdis), dan Beliau tidak menzhalimi penduduknya yang nashrani. Malah Beliau menghormati mereka dan memberikan hak-hak kebebasan mereka menjalankan ibadah dan tidak mengganggu rumah-rumah ibadah mereka.

Di sisi lain, sikap toleran Umar yang sangat mulia itu, tidak pula kemudian Beliau berlebihan dalam menghormati Petrik yang merupakan  pemimpin spritual tertinggi kaum nashrani di sana. Tidaklah Umar sampai latah (lebay) sehingga mencium kening Petrik. Sebab sikap seperti itu hanya layak diberikan kepada orang-orang (level) tertentu dari kaum mukminin.

Wallahu A'laa wa A'lam.

×
Berita Terbaru Update