Catatan: Indra Sakti Nauli - Jurnalis padanginfo.com
Kabar duka itu saya terima selepas shalat Subuh, Sabtu pagi 16 November 2024. Saat membuka WA Grup, belum sempat membaca chat yang masuk di beberapa grup, masuk pesan dari sahabat kecil saya di Bandar Olo, Armelia Ujang , yang juga teman sama SMA. Ujang mengabarkan Uda Men, Hardimen Koto, berpulang ke Rahmatullah di Banjarmasin bakda Subuh.
Inna lillahi wa Inna Illaihi Raji'un...
Saya menengadah ke loteng kamar. Membayangkan da Men. Apa iya..? Meninggalnya karena apa? Saya tahu da Men sedang berada di Banjarmasin. Ada acara peluncuran buku perjalanan PS.Barito Putra. Acara itu juga diisi dengan Barito Bershalawat. Di postingan FB saya melihat da Men memakai gamis. Saya memberi like. Hijrah.
"Siapa meninggal yah..?" tanya isteri saya.
"Da Men..!"
"Kan sedang di Banjarmasinq..."
"Iya. Ayah tilpon Ujang dulu.."
Ujang adalah ambayan Hardimen Koto. Isteri Ujang, notaris Hilda Novel adik dari isteri da Men, drg. Linda Novel . Saya dan Linda sudah berteman sejak SD dan SMP di Adabiah.
"Betul, pung...," barusan Linda nilpon. Kami ke Jakarta jam 10 pagi ini," ujar Ujang.
**
Kepergian da Men membawa kesedihan mendalam bagi saya.Ketika saya memulai jadi wartawan di Harian Singgalang, di awal 1990, da Men adalah redaktur olahraga. Saya jarang bersinggungan kerja. Karena liputan saya di kota. Tapi hubungan kekeluargaan di Harian Singgalang begitu akrab. Saling berbagi ilmu.
Disamping sebagai redaktur olahraga, da Men waktu itu juga kontributor tabloid olahraga BOLA.
Mungkin karena kesibukan setiap hari di Harian Singgalang, saya sering diminta bantuan da Men untuk mengantar naskah liputan untuk tabloid BOLA.
"Tolong da Men ka Kantua Pos (Kantor Pos) in. Mengirim ko.."Kilat Khusus,"
"Tolong da Men cetak foto ka Indah Foto, in,"
"Lai pandai Indra baok Vespa..," kata Da Men.
"Kunci nyo da Men," pinta saya.
"Engkol sajo.., Iduik mah..."
Begitulah.. Saya mengenang lagi.
Tidak sekadar minta bantuan. Da Men tak pernah lupa melebihkan ongkos untuk setiap permintaannya. Suatu jumlah yang lumayan bagi saya sebagai reporter pemula saat itu.
**
Meski kemudian saya tak ingat, siapa yang lebih dahulu keluar dari Harian Singgalang. Setahu saya, da Men sudah masuk Grup Persda Harian Kompas dan bekerja untuk Harian Surya Surabaya.
Belakangan, da Men ikut mengelola Tabloid Olahraga GO, milik kelompok media Aburizal Bakrie. Saya sempat mampir ke Redaksi GO di Jakarta, tak salah di Jalan Fatmawati. Waktu itu saya ke Jakarta pembekalan sebagai wartawan Majalah Forum Keadilan.
"Tunggu sabanta Indra, da Men turunkan naskah..."
Saya menunggu di ruang tamu. OB mengantar secangkir kopi.
Cukup banyak kebaikan-kebaikan da Men yang tak kan hilang dari ingatan saya.
Ketika Piala Dunia 2022 di Qatar, saya dibelikan da Men t-shirt bermerek Piala Dunia Qatar. Tak sekadar t-shirt, dalam kotak baju ada sepasang sepatu Nike. Sepatunya cocok dengan kaki saya. Entah dari mana da Men tahu nomor kaki saya.
Sekali waktu ke Padang, da Men mengontak saya lagi. Dia minta bantuan saya ke manajemen Radio Mora di Padang, yang meninggalkan beban listrik dan air di rumah keluarga da Men di Asratex Ulak Karang..Nilainya hampir 25 juta. Meski pengelolanya sudah berjanji melunasi, namun sampai sekarang hal itu tak pernah ditepati.
Kepergian da Men bagi saya, dan juga yang lain, yang dekat dengan pergaulannya, menorehkan kesedihan yang mendalam. Begitu mendadak.
Bagi banyak orang yang mengenalnya. Pergaulan da Men, tak pernah memandang siapa orangnya. Berpangkat tak berpangkat. Dia menghargai pergaulan, meski usianya jauh di bawah usia da Men. Atau di atasnya.
Saya kepada da Men terkadang sering "manja". Apalagi dengan isterinya Drg. Elya Rozalinda/ Linda Novel, kami sudah akrab sejak sekolah di SD dan SMP Adabiah. Linda orangnya pemurah. Di zaman itu, terkenal sebagai anak orang kaya. Sangat rendah hati. Suka berbagi. Saya suka minta duit jajan ke Linda.
"Yang sabar nte Linda. Da Men orang baik. Kebaikannya banyak ke opung,"
Panggilan kami berdua memang beda. Saya memanggil Tante Linda, panggilan kami kepada beberapa kawan alumni. Linda memanggil saya Opung. Terakhir kami bertemu tahun lalu saat ibunda Tante Linda, Hj.Asnah meninggal di kediaman Lubuk Minturun. Da Men tak ikut. Kalau tak salah sedang berada di Jepang.
Selamat jalan menemui Sang Khalik da Men. Teruslah ke surgaNya.-